BewaraMedia.com – Cimahi. Jawa Barat memiliki sejarah panjang perjuangan pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Wilayah yang berada pada bagian barat Kota Bandung ini menjadi basis pertahanan penjajahan. Tidak hanya itu, Rumah sakit, Gedung Hiburan dan jalur kereta api pun terintregrasi di Cimahi
Sebagai generasi muda wajib kita mengenang dan mengetahui sejarah apa saja yang ada di cimahi. Mari kita tour kesejarah militer yang ada di cimahi. Yoo berangkattttt
Kota Cimahi merupakan salah satu wilayah yang terlewati oleh Jalan Raya Pos (de Groote Postweg) di rancang oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Pada masa itu, Cimahi merupakan bagian dari kewedanan Cilokotot. Jalan Raya Pos sejauh 1000 km dari Anyer ke Panarukan di bangun selain untuk keperluan jalan bagi Kereta Pos, juga sebagai mobilitas pasukan Pemerintah Belanda untuk mempertahankan Pulau Jawa. Pada saat itu, Daendels mengkonsentrasikan pasukannya di kota-kota besar pantai utara, yakni Batavia, Semarang dan Surabaya. Dengan adanya jalan tersebut, berharap mobilitas pasukan ketiga kota tersebut dapat dengan cepat. Namun Batavia tetap takluk dari tentara Inggris dengan mudah ketika Armada Pasukan Inggris pimpinan Lord Minto menyerang pada tanggal 4 Agustus 1811.
Kekalahan tersebut menjadi pelajaran yang berharga bagi Belanda. Beberapa puluh tahun kemudian, Belanda merencanakan suatu pangkalan militer di daerah pedalaman yang letaknya tidak terlalu jauh dari pusat pemerintahan di Batavia. Akhirnya terpilihlah Cimahi sebagai pusat komando militer. Posisi Cimahi terpilih karena letaknya yang cukup strategis, yang berdekatan dengan simpang tiga jalur kereta api dan jalan raya pos
Cimahi sebagai pusat komando militer
Untuk mempersiapkan Cimahi sebagai pusat pertahanan Hindia Belanda, pada tahun 1887 berdiri Militare Hospital (sekarang Rumah Sakit Dustira), serta het Militaire Huis van Arrest (rumah tahanan militer) yang saat ini terkenal dengan nama “Penjara Poncol”, yang di bangun pada tahun 1886. Genie Officier Kapitein Fisher dan Luitenant V. L. Slors pelaksana pembangunan pangkalan militer. Penempatan pasukan militer Hindia Belanda secara terkonsentrasi secara bertahap. Pada tahun 1885 terdapat tiga batalyon pasukan militer yang bermarkas di Cimahi, yakni infanteri, genie (zeni), dan artileri. Adapun pasukan artileri tersebut terbagi menjadi tiga, yakni artileri gunung (bergartelerie), artileri lapangan (veldartelerie), dan artileri serangan udara.
Pangkalan militer ini dilengkapi dengan berbagai sarana penunjang, seperti kompleks perumahan perwira (yang pada saat ini terletak di Jalan Gedung Empat dan Jalan Sriwijaya), markas militer, pusat pendidikan militer, barak dan tangsi (kampement), serta sociteit perwira. Pada bulan September 1896, Cimahi diresmikan sebagai Garnisun Militer yang merupakan pusat komando pengendalian pasukan dan mobilisasi pasukan tempur, dengan komandan Majoor Infanteri C. A. van Loenen dengan ajudan Luitenant J. A. Kohler. Untuk mendukung kesatuan artileri Cimahi, pabrik mesiu di Ngawi dan Artillerie Constructie Winkel di Surabaya pindah ke Kiaracondong pada tahun 1898, dimana lokasi pabrik tersebut juga dilalui jalur kereta api.
RS. DUSTIRA
Rs. Dustira berada di Kel. Baros, Kec. Cimahi Tengah, Kota Cimahi, Jawa Barat. Berdasarkan kisahnya, Rumah Sakit Dustira mulanya dipersiapkan untuk menunjang aktivitas tentara Belanda di wilayah Cimahi dan sekitarnya. Saat itu Cimahi yang tengah dipersiapkan sebagai kota militer membutuhkan infrastruktur kesehatan yang mumpuni.Selain itu, pendiriannya juga dijalankan sebagai penunjang pengamanan, di mana ketika itu Gubernur Jenderal berniat memindahkan ibukota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung. Pembangunan Militare Hospital sendiri selesai pada tahun 1887. Ia berdiri di lahan seluas 14 hektare.
GENEI (zeni)
Sekitar Tahun 1905 markas besar sementara zeni tersebut pindah ke Cimahi. Pada tahun itu, Korps Pasukan Zeni terdiri atas 1 staf, Kompi I, II, dan III, serta Kompi Kereta Api dan Telegraf di Cimahi. 1 seksi dari Kompi III dan Divisi KA dari Kompi KA dan Telegraf ditempatkan sementara di Aceh untuk membangun Pada tahun itu, untuk membangun Di awal/akhir tahun 1920 an, Korps Penyapu Ranjau dan Sapper dimasukkan ke Batalyon Pasukan Zeni, terdiri atas 1 staf, 1 kompi medan, 1 kompi teknis (divisi telegraf, radio, dan lampu sorot) dan 1 kompi depot dengan sekolah kader di Cimahi.
Pendirian Tentara Zeni Batalyon I, II, dan III Pada tanggal 10 Juni 1938, Batalyon Pasukan Zeni I berdiri di Meester Cornelis (kini Jatinegara). Dalam perayaan tersebut hadir Komandan Divisi I, MayJend. T. Bakker. Tanggal 24 Januari 1939 bertempat di lapangan latihan militer Cimahi. Pelaksanaan pembentukan seremonial Batalyon Pasukan Zeni II dan III hadir juga MayJend. T. Bakker (komandan Divisi I) dan GJF. Statius Muller (inspektur Wapen der Genie). Pembentukan batalyon tersebut terjadi setelah pembubaran batalyon teknis dan pioner secara bersamaan.
Dengan sejarah tersebut kita mengetahui bahwa pentingnya wilayah kota cimahi pada saat itu sampai banyak bangunan militer yang megah, mulai dari utara kita menuju ke arah selatan, baik ke Jalan Baros atau Jalan Pasir Kumeli tak luput dari pesona kegiatan militer.
Di area depan ada kantor Kodim dan Datasemen Polisi Militer, Pusdikpal, Pusdikjas, Pusdikhub di Jalan Kalidam, Pusdikbekang, Pusdik Armed, Pusdikpom dan Pussen Arhanud di Jalan Sriwajaya Kota Cimahi yang berdekatan dengan Pasar Antri Baru. Hal ini menunjukkan jika Kota Cimahi merupakan salah satu kota yang banyak menyimpan sejarah kemiliteran sejak zaman dulu sampai masa sekarang.