Oleh: Ahmad Rusdiana
Manusia adalah makhluk yang unik dan istimewa. Berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya, manusia dianugerahi immaterial yang lengkap, yaitu: ruh, akal, hati dan jiwa. Dari immaterial ini, manusia hakikatnya adalah sebagai makhluk spiritual. Masing-masing unsur tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Ruh memiliki sifat yang suci, cenderung kepada kesejatian (hakikat) dan lebih dekat dengan Allah. Akal berfungsi untuk berfikir, mengingat, menghitung, dan berlogika. Hati berfungsi untuk meyakini (beriman), mencintai, membenci, empati, dan hal-hal yang berhubungan dengan rasa. Sedangkan nafsu merupakan energi jiwa yang berpotensi pada kesenangan dan kemarahan.
Dalam jiwa manusia, sesungguhnya ada unsur energi negatif yang dapat menghancurkan diri, lingkungan, dan peradaban, yaitu “penyakit hati” yang menimbulkan sifat buruk. Imam Al-Ghazali dalam kitab bidayat Al-Hidayah menuturkan bahwa ada tiga sifat hati yang sangat berbahaya, sifat hati tersebut selalu muncul dari zaman ke zaman. Tiga sifat hati tersebut akan membawa kepada kebinasaan diri dan penyebab dari sifat-sifat tercela lainnya, yaitu: hasad (iri hati), riya (pamer), dan ujub (angkuh, sombong atau berbangga diri).
Dari ketiga penyakit hati tersebut yang memiliki dampak paling dahsyat adalah “hasad” atau dengki. Hasad adalah klaster problem jiwa yang memiliki dampak luar biasa bagi kehidupan diri, lingkungan, masyarakat, bahkan peradaban itu sendiri.
Jenis Hasad
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa hasad terbagi menjadi dua jenis, sebagai berikut: pertama. Hasad hakiki; Hasad inilah yang kita ketahui dengan merasakan emosi negatif saat orang lain mendapat hal baik serta menginginkan kebaikan tersebut hilang dari diri orang itu. Perbuatan hasad jenis inilah yang akan mendatangkan beragam kerugian lahir dan batin serta ancaman dosa. Kedua; Ghibtoh/ hasad majazi; adalah perasaan iri yang muncul saat melihat orang lain mendapatkan kenikmatan dan hal-hal baik tanpa ingin orang tersebut kehilangan nikmatnya. Ghibtoh juga terjadi saat muncul perasaan ingin turut memiliki kenikmatan milik orang lain. Hasad yang diperbolehkan yaitu hasad majazi atau ghibtoh . Akan tetapi, tidak serta merta semua hal bisa menjadi objek ghibtoh tanpa batasan.
Hanya ada dua hal yang bisa menjadi objek ghibtoh, sebagaimana perkataan rasul dalam hadits yang artinya: “tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al-Qur’an dan As-Sunah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Sebab dan Akibat perilaku Hasad
Betapa banyak perkelahian, percekcokan, dan peperangan fisik dengan saling membunuh dan meniadakan, akibat munculnya sikap dengki. Orang yang memiliki sifat hasad merupakan orang yang selalu iri pada kesenangan orang lain. Sehingga membuat dia ingin menguasai atau memiliki apa yang orang lain miliki.
Hasad adalah kejahatan energi tersembunyi yang dapat membahayakan manusia. Allah menyuruh kita untuk meminta perlindungan Allah darinya: “dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki” (QS. Al-Falaq:5). Sabda Rasullah SAW; “jagalah diri mu dari hasad, karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan. Sebagaimana api memakan kayu bakar,” (HR. Abu Daud No 4257 dari Abu Hurairah).
Dampak Negatif Hasad
Sebagaimana arti dalam hadits tersebut, sedikit sifat hasad mampu menghanguskan kebaikan. Selayaknya api yang membakar kayu menjadi abu, Kebaikan yang banyak tersebut dapat hilang tanpa sisa . Secara psikologis, hasad memiliki empat dampak, yaitu:
Pertama: membentuk jiwa yang tidak mau mensyukuri atas nikmat yang Allah SWT berikan (kufur nikmat); mengutip Risiko Kufur Nikmat Studi Penafsiran Alquran Surat Ibrahim Ayat 7 tulisan Istianah Yuniarti (2017), kufur nikmat adalah penyalahgunaan nikmat-nikmat Allah SWT, tidak mendayagunakan nikmat-Nya pada hal yang Allah SWT meridainya., dan tidak berterimakasih atas nikmat yang diperoleh dalam hidup. Mereka tidak menyadari bahwa harta dan kebahagiaan datangnya dari Allah SWT. Dalam surat Luqman ayat 12, Allah SWT memerintahkan umat-Nya untuk bersyukur. “Sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu ‘Bersyukurlah kepada Allah. Siapa saja yang bersyukur, maka sungguh ia bersyukur untuk dirinya sendiri. Tetapi siapa saja yang tidak bersyukur (kufur nikmat), maka sungguh Allah Maha Kaya, Maha Terpuji”.
Apakah rasa syukur itu cukup dengan mengucap Alhamdulillah? Menurut Imam Al Ghazali, syukur bukan hanya mengucapkannya secara lisan saja, tetapi juga dengan perbuatan. Yakni menggunakan pemberian Allah untuk hal-hal bermanfaat atas kehendak-Nya. Menurutnya, penyebab kufur nikmat adalah karena kebodohan dan kelalaian seseorang. Sedangkan mengutip islam.nu.or.id, menurut Syekh M Nawawi Banten hanya orang yang memiliki standar moral rendah yang melakukan tindakan ini.
Kedua: menyiksa diri sendiri karena hatinya tak tenang karena munculnya rasa tidak nyaman atas kebahagiaan orang lain. Menyiksa/menyakiti diri sendiri (Self-injury), adalah perilaku menyakiti dan melukai diri sendiri dengan sengaja. Tindakan ini merupakan salah satu bentuk gangguan perilaku yang berkaitan dengan sejumlah penyakit kejiwaan. DalamQS: al-Baqarah 195: “…dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam jurang kebinasaan.”, dan ayat-ayat lainnya. Sifat iri harus dijauhi dan dihilangkan. Karena sifat ini hanya akan membuat gelisah dan merusak hubungan dengan orang lain. Rasa iri juga menjadi tanda bahwa Anda tidak percaya diri dan memiliki harga diri rendah. Bagi sebagian orang, menghilangkan sifat iri dalam hati mungkin bukan hal yang mudah.
Munculnya Ghibah
Ketiga: Munculnya ghibah, fitnah dan sebagainya yang dapat menimbulkan perpecahan dalam keluarga dan ikatan persaudaraan sesama. Perpecahan umat bisa terjadi karena fitnah ghibah, fitnah dan sikap sombong. Sebab pada dasarnya manusia menyukai sifat yang ramah, lemah lembut, dan rendah hati. Sementara orang yang sombong, suka menyepelekan, menghina, dan mencaci, dan pasti manusia membencinya akan sifat tersebut. Akibatnya orang sombong itu akan kehilangan saudara seiman yang akan membantunya. Hal itu akan menimbulkan perpecahan antar sesama kaum muslim yang selama ini telah membantunya. Ditegaskan dalam Al-Qur’an “Dan apabila dikatakan kepada mereka: Marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu Lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri” (QS. Al-Munafiqun: 5). Kemudian “barang siapa memiliki sifat itu, ia tidak berhak mendapatkan bantuan dan pertolongan Allah”.
Kempat; Munculnya kebencian dan permusuhan yang dapat menimbulkan kerusakan dalam jangka waktu yang tak terbatas. Brison, Susan J. menyebutnya Hate speech atau ujaran kebencian merupakan definisi untuk tindak kejahatan yang berkaitan dengan perkataan bermuatan umpatan, penghinaan terhadap individu atau kelompok atas dasar ras, sex, orientasi seksual, etnis dan agama. Perbuatan tersebut merupakan bentuk penghinaan yang menimbulkan suasana permusuhan, intimidasi serta merupakan bagian dari tindakan pencemaran. Dalam Islam membenci sesama adalah suatu perbuatan yang tercela. Sebagaimana terdapat dalam sebuah hadis dari Anas, bahwasanya Rasulullah bersabda: “Janganlah engkau semua saling benci-membenci, saling dengki-mendengki, saling belakang-membelakangi dan saling putus-memutuskan-ikatan persahabatan atau kekeluargaan – dan jadilah engkau semua hai namba- hamba Allah sebagai saudara-saudara. Tidaklah halal bagi seseorang Muslim kalau ia meninggalkan-yakni tidak menyapa-saudaranya lebih dari tiga hari (Muttafaq “Alaihi).
Orang yang hasad akan sangat lelah. Sebab ia tidak pernah puas dengan nikmat yang telah Allah karuniakan. Pikiran dan hatinya menjadi tumpul karena selalu memikirkan dan cemburu atas kenikmatan orang lain. Bila hasadnya memuncak akan mendoronya untuk berbuat apapun dengan menghilangkan kenikmatan orang lain, termasuk mencuri, memfitnah, bahkan membunuhnya. Dampak terpaling besar adalah hancurnya tali persaudaraan dan tumbuh suburnya kebencian. Bahkan lebih jauh pada peradaban manusia.
Wallahu A’lam Bishowab.*) Tulisan ini disarikan dari Khutbah Jum’at 16 September 2022
Penulis
Ahmad Rusdiana, Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Peneliti Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) sejak tahun 2010 sampai sekarang. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Misbah Cipadung-Bandung yang mengembangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan sekaligus sebagai Pendiri Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 50 mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK-TPA-Paket A-B-C. Pegiat Rumah Baca Masyarakat Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag Kecamatan. Panawangan Kabupaten. Ciamis Jawa Barat.