Bewaramedia.com, Bandung – Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Prof. Dr. Muradi menyatakan Pemilihan Umum (Pemilu) Indonesia tahun 2024 adalah kontestasi antara golongan nasionalis dan golongan agamis.
Hal itu dikemukakan Muradi pada
‘Sosialisasi dan Implementasi Perbawaslu dan Produk Non Hukum – Peraturan Bawaslu’ yang diselenggarakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bandung di Rumah Sadoe Cafe & Resto Jl. Raya Soreang Ciwidey, Kabupaten Bandung (24/10/2022).
Menurutnya, golongan nasionalis cenderung konsisten memainkan pertarungannya dengan dasar ‘Bhinneka Tunggal Ika’ dan mengakomodir seluruh golongan, etnis, lintas agama, kepercayaan dan budaya yang ada di Indonesia.
Sedang golongan partai agama (Islam) cenderung hanya mengakomodir dan memperjuangkan satu keyakinan agama (Islam) saja.
“Manakah golongan yang Pancasilais dan konstitusional dalam kontestasi pemilu 2024 nanti?”, tanya Muradi.
Faktor ideologis, imbuhnya, itu menjadi landasan yang kuat untuk memperoleh suara dukungan yang signifikan.
“Di Indonesia, satu-satunya partai agama yang konsisten dalam menjaga soliditas ideologis adalah PKS,” katanya.
Ideologis PKS itu dimulai dari keluarga rumah tangga terkecil.
“Jika dalam satu rumah tangga terdapat enam anggota keluarga yang sudah punya hak pilih. Misalnya; ada ayah, ibu, kakak, adik, dan suami istri. Maka itu menjadi modal awal menjaga suara pilihan dari pemilu ke pemilu,” terang Muradi.
Konsistensi menjaga ideologi PKS itu berlaku mengikat dari pusat hingga daerah di seluruh provinsi dan kabupaten kota.
“Jika ada salah satu anggota keluarga yang beda pilihan ideologisnya, maka dia akan kena sangsi tegas, dicoret dari keluarganya atau cerai jika suami istri.
Sistem yang sangat ideologis itu berlaku sejak awal PKS berdiri,” jelasnya.
Sistem menjaga suara ideologis PKS jauh lebih ideal, bagus dan solid menjaga keutuhan suara partai.
Berbeda dengan dalam satu keluarga rumah tangga ada satu dua yang berbeda pilihan ideologisnya, misalnya terpecah ke beberapa partai politik lainnya. Sudah pasti suaranya terpecah, dan kemudaratan serta ketidakpastiannya jauh lebih terpecah belah.
“Bisa dibayangkan konflik demi konflik akibat beda pilihan ideologis akan terus terjadi setiap pemilu. Dan itu adalah preseden buruk untuk suatu kehidupan demokrasi,” tandas Muradi. #BM/ds/jk*
Editor: Jumadi
Uploader: Fendy9