Ruteng, Bewaramedia.com – Polemik pengembangan Proyek Strategis Nasional (PSN) PLTP Ulumbu unit 5-6 Poco Leok terus menjadi perbincangan. Menariknya, kelompok penolak Proyek Pengembangan Geothermal selalu menyebut nama Simon Tukan, seorang Pastor Katolik konggregasi SVD di keuskupan Ruteng sebagai aktor intelektual berbagai bentuk aksi penolakan tersebut.
Hendrikus Epol, warga Gendang Cako di Poco Leok kepada bewaramedia.com mengungkap kisah awal hingga terbentuknya kelompok penolak Geothermal Poco Leok.
“Awal mula saya datang ke kantor JPIC karena ada surat panggilan dari Pater simon melalui lembaga JPIC dengan tujuan surat untuk Anselmus Nggeok dengan Paulus Gari.” Ungkap Epol, Kamis, 27 Juli 2023.
Waktu itu, jelas Epol, Bapa kecil saya Anselmus Nggeok berhalangan, sakit. Sehingga, saya mewakilinya untuk hadir. “Sampai di Ruteng hari pertama pertemuan. Yang membuka pertemuan pertama, Jumat, 27 Januari 2023 adalah Heri. Terus, hari kedua pertemuan, Sabtu, 28 Januari 2023 dipimpin langsung oleh Pater Simon.” Beber Hendrik Epol.
Pada pertemuan itu, yang berlangsung di Rumah Pendidikan dan Pelatihan Niang santu Yosef, JPIC Dongang – Ruteng, Pater Simon memutar video yang ada di Mataloko tentang luapan asap panas pada perkebunan warga. “Itu yang kami nonton. Termasuk tentang penolakan di Wae Sano, itu juga kami nonton.” Tegas Hendrik lagi.
Demikian Epol secara gamblang menjelaskan peran Simon Tukan dalam berbagai aksi penolakan terhadap Proyek Pengembangan PLTP Ulumbu unit 5-6 Poco Leok. Termasuk menolak kehadiran
“Pada saat itu direncanakan oleh pater Simon untuk menolak kehadiran Bupati Manggarai Heri Nabit di Lungar. Kalo terkait dengan penolakan kedatangan Bapa Bupati Manggarai direncanakan Ibu-ibu yang tampil di depan, karena suara ibu-ibu biasanya diperhatikan oleh pemerintah.” Tutur Epol meniru penyampaian Simon Tukan dalam pertemuan hari kedua di kantor JPIC SVD Ruteng.
Adapaun peserta yang hadir dalam pertemuan itu, berasal dari sepuluh gendang yang diundang oleh Pater simon pada saat pertemuan. Di antaranya, yaitu gendang Mocok, gendang Tadong, gendang Rebak, gendang Cako, gendang Lungar, gendang Tere, gendang Jong.
Kemudian, ketika ditanyakan mengenai alasan Simon Tukan menolak Geothermal di Poco Leok, Epol menjelaskannya untuk mempertahankan konsep gendang one lingko peang dan wae bate teku.
“Bahasa Pater Simon kalau terjadi pemboran akan ada danau di Poco Leok, hanya tinggal bangkanya (bekas) saja.” Cetus Epol meniru ucapan Simon Tukan.
Strategi Tolak Kehadiran Bupati Nabit
Epol mengungkapkan bahwa sebelum adanya aksi penolakan kehadiran Bupati Manggarai, Heri Nabit di Poco Leok, Pater Simonlah yang menyuruh ibu-ibu di depan saat demo untuk menolak kehadiran Bupati Nabit.
“Konsep selanjutnya setelah pertemuan 2 hari di JPIC, Pater Simon minta kepada perwakilan 10 gendang merekrut ibu-ibu untuk melakukan aksi penolakan kehadiran bupati Manggarai [Senin, 27/02/2023]. Harus kaum ibu-ibu juga hadir untuk memperkuat pertahanan untuk menolak.”
Pertemuan Dua Hari, Peserta Dibagikan Uang Lelah Rp140 ribu
JPIC memfasilitasi pertemuan dengan perwakilan dari 10 gendang selama dua hari di kantor JPIC. Mulai dari makan minum hingga penginapan.
“Kemudian, kepada para peserta dari perwakilan 10 gendang itu, JPIC memberikan biaya (uang) kepada setiap peserta selama 2 hari dengan nominal Rp140 ribu, dan dipotong Rp50 ribu untuk biaya transportasi.” Ungkap Hendrik Epol.
Sehingga, lanjutnya, kami hanya total menerima uang tuk bawa pulang ke Poco Leok hanya Rp90.000.
Setelah pertemuan di JPIC, kemudian ada pertemuan lanjutan di gendang Cako. “Yang datang waktu itu ada dua wartawan ke Gendang Cako dengan tujuan memutarkan video-video negatif tentang Geothermal, serupa dengan video sebelumnya di kantor JPIC pada pertemuan hari kedua.
Adapun tujuan pemutaran video negatif di hadapan warga Poco Leok yang hadir di Gendang Cako itu untuk memperkuatkan kaum muda, bapak-bapak, ibu-ibu yang tidak pernah keluar dari Poco Leok agar tetap kompak menolak kehadiran Heothermal di unit 5-6 Poco Leok.***
Kontributor: Rahmin Janu