Bandung, BewaraMedia – Kasus aset di Jl. Riung Bandung No. 3 Kota Bandung, terus berlanjut di persidangan Pengadilan Militer II-09 Bandung. Aparat Kodam Siliwangi Serka PS, menjadi terdakwa dalam kasus memasuki pekarangan tanpa hak, perbuatan tidak menyenangkan, dan adu tanding. Kasus ini pertama kali dilaporkan oleh kuasa hukum lapangan PT Riung Bandung Permai, Toto Hutagalung.
Menurut terdakwa PS, Toto selaku pelapor/saksi dinilai memberikan keterangan palsu saat memberikan kesaksian di persidangan 19 Maret lalu.
Saat itu, dengan berada di bawah sumpah, Toto mengatakan, tak membawa senjatanya untuk diperlihatkan atau bahkan mengancam terdakwa, melainkan disimpannya di dalam mobil.
“Sedangkan di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi/pelapor Toto Hutagalung memberikan keterangan kepada Penyidik ‘Benar saya memiliki senjata karena saya adalah tergabung dengan Perbakin dan pada saat Sdr. Sandro bersama-sama dengan saya didalam kantor PT Riung Bandung benar saya menunjukkan senjata api saya kepadanya. Saya hanya nenunjukkan senjata tersebut namun tidak ada niat untuk menggunakanya seperti mengkokang dan menembakkan hanya memperlihatkan saja’. Jadi ini jelas adalah keterangan yang bertolak belakang,” jelas PS.
Kondisi ini diperkuat lagi dengan keterangan saksi yang meringankan (a de charge), pada sidang berikutnya tanggal 25 Maret 2024. “Dua saksi meringankan dibawah sumpah menerangkan bahwa Toto Hutagalung memang pada saat kejadian menunjukan senjata kepada Sdr. PS sambil berkata ‘Saya tembak kamu.’ Kemudian para saksi juga melihat pegawai Toto Hutagalung bernama Asep keluar dari ruangan menuju mobil milik Toto Hutagalung dan membawa sebuah tas dari mobil untuk dibawa ke ruangan yang Toto akui sebagai kantornya. Mereka juga melihat Toto berdiri dan membuka pintu sambil memegang senjata,” tuturnya.
Bahkan saksi mendengar dan melihat bahwa Toto mengatakan ‘Gebuk dia, Bunuh dia, Pukul dia, Jatuhkan dia, saya yang tanggung jawab’. Selanjutnya saksi menerangkan bahwa yang pertama memaki Sdr. PS adalah Toto sesuai dengan bukti di video, yaitu dengan mengumpat dan memaki Sdr. PS dengan kata ‘Anjing kau, Babi kau, Bunuh dia, Pukul dia, Jatuhkan dia’. “Jadi aneh kalau malah saya yang dijadikan tersangka kemudian terdakwa,” tandas PS.
Atas dasar ini, PS akan mengambil tindakan hukum terhadap Toto yang diduga memberi keterangan palsu. Sesuai dengan Pasal 164 Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer : Ayat (1) menyatakan “Apabila keterangan saksi di sidang diduga palsu, Hakim Ketua memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.”
Ayat (2) Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, Hakim Ketua karena jabatannya atau atas permintaan oditur atau terdakwa dapat memberi perintah penahanan terhadap saksi, untuk selanjutnya dilakukan penyidikan dan dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu.”
PS juga menjelaskan, Pasal 242 KUHP berbunyi, “Ayat (1) menyatakan, Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.”
Selanjutnya Ayat (2) menyatakan, “Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.”
Soal 3 Dakwaan
Pada kesaksian lainnya, ahli hukum dari Unpad Dr. Somawijaya, SH, MH, mengatakan, seseorang –dalam hal ini terdakwa PS– tak bisa dipidana dengan pasal 167 KUHP (memasuki pekarangan tanpa izin) jika tidak memenuhi syarat, yaitu pelapor harus punya alas hak seperti SHM, SHGB dan lain sebagainya. Saksi Toto Hutagalung tak bisa menunjukkan hal itu.
“Pasal 335 KUHP soal perbuatan tak menyenangkan juga tak bisa diberlakukan kepada seseorang kalau tidak dibarengi dengan kekerasan fisik, atau menodongkan alat. Kalau hanya kata-kata kasar apalagi membalas kata-kata kasar seseorang, tentu pasal ini tidak bisa diterapkan bersesuain juga dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 3 Tahun 2006,” kata Somawijaya.
Begitupun terkait dakwaan adu tanding/perkelahian dengan penerapan Pasal 182 Ayat 1 KUHP harus fokus ke akibatnya, karena merupakan delik materil. “Jika seseorang menantang perkelahian orang lain tapi tidak terjadi perkelahian tersebut, maka belum ada akibatnya sehingga pasal tersebut tidak bisa di terapkan. Unsur- unsur perkelahian tanding adalah ketika terjadi perkelahian antara dua orang yang di ldahului dengan tantangan, tempat, waktu, senjata, dan saksi-saksi yang telah ditentukan. Jika terjadi suatu perkelahian namun tidak memenuhi ketentuan atau unsur tersebut bukanlah perkelahian seperti yang dimaksud dalam pasal tersebut,” tuturnya.
Sebagai penutup ahli menyatakan, jika satu unsur dari pasal di dakwaan tidak terbukti, maka dakwaan tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima.*