Menyaksikan Merti Desa, di Desa Ngadiharjo, Borobudur Kabupaten Magelang

oleh
Salah satu penampilan kesenian dalam kirab budaya, Desa Ngadiharjo, yang menarik banyak perhatian penonton. (Foto; Hermanto)

Magelang, Bewaramedia –  Banyak cara dilakukan untuk mengungkapan rasa syukur kepada Tuhan. Salah satu cara mengungkapkan rasa Syukur kepada Tuhan yang sudah ada sejak jaman nenek moyang adalah Merti Desa.

Merti desa atau juga dikenal dengan sedekah bumi yaitu, sebuah tradisi budaya lokal yang kemudian menjadi sebuah kearifan lokal daerah setempat. Tradisi ini masih banyak dijumpai di daerah Magelang. Salah satunya di Desa Ngadiharo, Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Warga Desa Ngadiharjo mengungkapkan rasa syukurnya dengan mengadakan acara merti desa. Cara ini mereka anggap sebagai salah satu ungkapan syukur atas apa yang telah mereka peroleh sekaligus menjadi sarana berdoa dan berharap kepada sang Pencipta agar di masa mendatang, mereka memperoleh hal yang lebih baik dalam setiap sisi kehidupannya.

Desa Ngadiharjo, berada di sebelah barat Candi Borobudur. Desa yang dihuni oleh sekitar 5.200 warga ini melangsungkan merti desa pada Kamis (22/8) hingga Minggu (25/8/2024). Para warga dan perangkat desa, di desa yang terdiri dari 1.720 Kepala Keluarga itu, memulai merti desa dengan berziarah ke makam cikal bakal desa di kramat, dilanjutkan ke makam para Kepala Desa atau lurah sebelumnya, di Kamertan.

Kepala desa, Desa Ngadiharjo Wahyu Sariyanto menerangkan bahwa, merti desa yang digelar pada tahun ini sudah ada sejak lama. “Merti desa ini sudah ada sejak dulu, walaupun sempat vakum selama sekitar 20 tahun, dan mulai diadakan lagi sekitar tahun 2014, saat saya mulai mejadi pamomong di desa ini,” terang wahyu, di sela-sala acara, pada Sabtu (23/8/2024)

Merti desa biasanya dimulai dengan kirab budaya dan dirangkaikan dengan kegiatan lain, yang diikuti dan dimeriahkan oleh para warga setempat. Merti desa Ngadiharjo kali ini, mejadi satu rangkaian dengan peringatan HUT Ke-79 RI. “Bisanya kita mengadakan merti desa pada bulan Sapar, kebetulan kegiatan kali ini bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan, jadi acaranya kita buat menjadi satu rangkaian bahkan ada 6 kelompok kesenian yang turut mengisi acara ini. Ada, Laras Budoyo, New Edi Siswo, Turonggo Sarimudo, Topeng Kawedar, Madyo Warno dan Budi Siswo. Bukan hanya itu, organisasi PSHT dan PSCP, instansi sekolah dari PAUD, TK, RA, SDN 1, SDN 2, SMPN 2 Borobudur, dan ogoh-ogoh dari dusun per dusun Desa Ngadiharjo, juga turut berpartisipasi mendukung suksenya acara ini. Mulai hari Kamis, sudah ada acara dan rangkaian acara merti desa ini akan berakhir pada hari Minggu, imbuh Wahyu.

Hal senada juga disampaikannya oleh Sekretaris Desa Ngadiharjo, Haidar Imama.  Haidar mengungkapkan jika merti desa ini, diramaikan oleh kirab budaya yang pesertanya berasal dari 12 dusun yang ada.

“Ada 6 kesenian, 22 kelompok kontingen dan sekitar 2.987 peserta yang meramaikan kirab budaya ini. Kelompok kesenian yang paling tua adalah, Topeng Kawedar dari dusun Bleder, sayangnya tokoh atau pendiri kelompok kesenian ini, tidak tercatat. Untuk kirab budaya ini dimulai dari, Balkondes Ngadiharjo – Sidengen – Kamertan – Karang – Genjahan – Karangtengah, dan kembali lagi ke Balkondes Ngadiharjo untuk memberikan kesempatan kepada para kelompok kesenian, agar menunjukkan penampilannya. Sedangkan pada malamnya akan ada pagelaran wayang kulit, dengan lakon Wahyu Katentreman,” jelas Haidar.

“Pada hari Minggu, 25 Agustus, acara Saparan ini akan ditutup dengan sunatan massal, kemudian di malam harinya dilanjutkan pengajian akbar,” pungkasnya. (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.